Dewan Adat Berencana
Gugat Kementrian Kehutanan RI ?
Serenglang,
SUAR – Kebebasan masyarakat adat dalam memanfaatkan tanah ulayat telah lama
dibatasi oleh pemerintah. Sikap pemerintah tersebut memantik sejumlah reaksi
dari masyarakat adat yang sebagian wilayahnya diklaim menjadi hutan kawasan.
Oleh sebagian orang, keresahan masyarakat seusia dengan pengkaplingan sepihak
yang dilakukan pemerintah khususnya kementrian kehutanan terhadap hak ulayat.
Dalam
perkembangannya, eksistensi kebijakan sepihak tersebut mulai terganggu oleh
kesadaran masyarakat adat yang terus meningkat. Jika ditilik, kesadaran
tersebut tidak hanya dilatarbelakangi oleh pendidikan tetapi lebih diakibatkan
oleh situasi sosial yang terjadi di lingkungan masyarakat. Masyarakat telah
gerah dengan batasan-batasan yang diberikan oleh pemerintah terhadap
pemanfaatan hak ulayat. Sebagai misal, untuk menebang pohon di lahan miliknya,
masyarakat yang bersangkutan harus memperoleh izin dari pihak berwajib jika
tidak ingin berlarut-larut dalam urusan hukum. Ironisnya lagi, tidak sedikit
pemukiman masyarakat yang masuk dalam hutan kawasan. Sehingga sewaktu-waktu
masyarakat di wilayah yang diklaim pemerintah dapat dievakuasi.
Berdasarkan
pemikiran itu, sebagai pemilik ide dasar, Pdt. Philipus Tande dan Marthen
Maure, SH, membentuk Forum Masyarakat Adat di Kecamtan Alor Timur Laut (ATL).
Lewat panitia, Forum Masyarakat Adat ATL akan melakukan Temu Kampung Masyarakat
Adat (Tekad) Kabupaten Alor pada tanggal 10 september di Tipiting, Desa Air
Mancur, Kecamatan ATL. Kegiatan yang akan dibuka oleh Bupati Alor, Drs. Simeon
Th. Pally itu akan diikuti oleh seluruh tokoh adat sekabupaten Alor.
Menyangkut
Temu Adat Masyarakat Kampung Kabupaten Alor itu, Pdt. Philipus Tande dan Ketua
Panitia, Abdon Frare, menghimbau kepada seluruh tokoh–tokoh adat di Kabupaten
Alor untuk mengikuti Temu Kampung Masyarakat Adat yang akan dilaksanakan itu.
Sebab, selain memperkuat solidaritas masyarakat adat, kebijakan-kebijakan
strategis dapat dihasilkan bila semua tokoh adat turut berpartisipasi. Sasaran
kegiatan ini, lanjutnya, khusus membahas strategi dalam menyatukan konsep
bersama yang nantinya dijadikan rekomendasi kepada Kementrian Kehutanan.
Intinya adalah menuntut Kementrian Kehutanan agar mengembalikan hak ulayat
kepada masyarakat.
Selain
itu, secara terpisah, Marthen Maure,SH menjelaskan, bahwa mekanisme penetapan
hak ulayat saat itu tidak melalui persetujuan dewan adat. Oleh sebab itu, Temu
Kampung Masyarakat Adat akan menggunakan celah itu untuk menuntut Kementrian
Kehutanan agar dapat mengembalikan hak ulayat masyarakat adat. Setelah
dikembalikan, maka dewan adat akan menyepakati (kesepakatan di tingkat suku)
areal-areal mana yang akan dijadikan sebagai hutan kawasan. Namun sekiranya perjuangan ini tidak
digubris, maka temu kampung masyarakat adat akan menempuh jalur hukum. ∎ cha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar