Kalabahi, SUAR – Setelah pada
Tahun Anggaran (TA) 2009, kali ini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan
NTT menolak memberikan pendapat (disclaimer of opinion) terhadap pengelolaan
keuangan daerah Kabupaten Alor TA 2010. Dari seluruh Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD, temuan paling besar terdapat pada tiga SKPD yakni Badan
Kepegawaian Daerah (BKD), Dinas Pendapatan dan Keuangan Aset Daerah (PKAD) dan
Sekretariat Dewan(Sekwan).
Tahun
2009 sebagai tahun pertama “disclaimer” adalah wajar. Namun yang mengherankan
adalah ketika BPK kembali menghadiahkan “disclaimer” terhadap pengelolaan
keuangan daerah pada TA 2010. Kabupaten Alor kembali terjatuh pada lubang yang
sama. Yang menjadi pertanyaannya adalah apa penyebab “disclaimer” hingga masuk
kepada kali kedua?
Salah
satu sumber yang tidak ingin dikorankan namanya mengemukakan, penyebab
“disclaimer” adalah Rp.11,4 miliard lebih. Rp.11,4 miliard lebih adalah kas
daerah yang tercatat di rekening bank yang telah digunakan oleh sejumlah SKPD
namun belum melaporkan ke dinas PKAD untuk selanjutnya dicatat dalam Buku Kas
Umum Daerah (BKUD) TA 2007/2008 untuk disertakan dalam pembahasan anggaran
bersama DPRD untuk dimatikan kasnya atau ditutup bukukan.
Yang
mengherankan bagi sumber tersebut, selisih kas pada BKUD ini sudah berjalan
selama 4 TA. Namun pemerintah dalam hal ini Inspektorat Daerah (Irda) belum
bisa menjelaskan pemanfaatan anggaran tersebut. Perlu diketahui, pemanfaatan
anggaran itu dikelolah oleh sejumlah SKPD namun SKPD-SKPD tersebut belum
menyampaikan laporan realisasi penggunaan anggaran.
Selisih
yang terjadi ini, baginya, bukan sekedar kesalahan administrasi antara lain
perjalanan dinas saja tetapi lebih dari itu anggaran tersebut terindikasi telah
terjadi penyalahgunaan dalam implementasi program di setiap SKPD. Hal ini
dibuktikan dengan sering terjadinya keterlambatan dalam penyampaian laporan
penggunaan anggaran pada setiap tahunnya.
Sumber
tersebut juga membeberkan bahwa ada 4 kemungkinan predikat yang akan diberikan
oleh BPK kepada setiap kabupaten/kota dalam pemeriksaan keuangan yakni 1, Tidak
Wajar (TW) 2, tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion), 3. Wajar
Dengan Pengecualian (WDP) dan yang terakhir adalah Wajar Tanpa Pengecualian
(WTP). Dan tentunya kita semua berharap, kalau WTP dapat disandang oleh
Kabupaten Alor.
Kembali
kepada Irda, sejauhmana audit yang dilakukan untuk mengungkap Rp. 11.4 miliard
lebih pada TA 2007/2008, pasca rekomendasi BPK untuk melakukan audit di TA 2011
karena disclaimer akan terus terjadi apabila selisih Kas dalam BKUD belum dapat
diklarifikasi oleh Irda. Oleh sebab itu, harapannya, dengan kejernihan hati
Irda dapat mengungkapkan persoalan ini karena Rp.11,4 miliard lebih ini masih
terkatung-katung menjadi anggaran siluman yang bergentayangan.
Pemimpin
Baru Bertanggung Jawab??
Sebagaimana
diketahui, Kepala Dinas (Kadis) PKAD pada tahun 2008 dijabat oleh Hopni Bukang.
Perlu diingat, pada tahun itulah selisih Kas pada BKUD sebesar Rp.11,4 miliard
lebih terjadi.
Ketika
ditemui dikediamannya, Hopni Bukang menolak memberikan penjelasan terkait
disclaimer. Baginya disclaimer bukan menjadi wewenangnya karena saat ini
dirinya menjabat sebagai Asisten II bidang ekonomi dan pembangunan. Oleh sebab
itu, Hopni Bukang menyarankan agar persoalan ini ditanyakan kepada Sekretaris
Daerah (Sekda) atau kepada Asisten III bidang Administrasi. Sebab, kedua
pejabat ini memiliki garis koordinasi langsung dengan Kadis PKAD sebagai
Bendaraha Umum Daerah (BUD).
Menurut
pengakuannya, pada saat meletakan jabatan sebagai Kadis PKAD tahun 2008, ada
memory yang dibuat dan diberikan kepada bupati untuk selanjutnya diserahkan
kepada kadis PKAD yang baru. Memory tersebut dijadikan sebagai referensi bagi
Kadis PKAD yang baru dalam hal ini Drs. Urbanus Bella untuk menyelesaikan
segala urusan yang belum dituntaskan. Termasuk di dalamnya Rp.10,4 miliard
(Hopni tidak ingat jelas). Untuk memperjelas tentang besaran nilai anggaran
yang dipermasalahkan, data yang diperoleh Suar dari sumber yang tidak ingin
dikorankan namanya itu menyebutkan bahwa yang sebenarnya adalah Rp.11,4 miliar
lebih. Kembali kepada Hopni, Hopni menegaskan bahwa uang sebesar itu telah
keluar dari kas daerah sehingga hal itu dapat ditelusuri dokumennya di dinas
PKAD.
Terkait
dengan batas waktu klarifikasi terhadap temuan BPK, Hopni mengaku pernah dalam
rapat bersama, bupati meminta dirinya bersama Godlief Sirituka, Bc.Kn (mantan
kepala bagian keuangan) untuk membantu Kadis PKAD yang baru dalam menelusuri
alur penggunaan anggaran tersebut. Namun dirinya dan Godlief Sirituka belum
membantu Kadis PKAD dengan alasan kadis PKAD sampai saat ini belum meminta
kesediaanya bersama Godlief Sirituka untuk menelusuri aliran anggaran tersebut.
Oleh karena itu, sekiranya Hopni dan Godlief tidak mengetahui aliran anggaran
tersebut, harapannya, Kadis PKAD harusnya mengundang Hopni dan Godlief agar
duduk bersama untuk membahas persoalan aliran anggaran yang dipermasalahkan.
Menariknya,
Hopni menambahkan bahwa kegiatan-kegiatan pemerintahan yang terdahulu tidak
bisa dilemparkan kepada pemimpin terdahulu untuk menyelesaikannya. Baginya,
kewajiban untuk menyelesaikan permasalahan ini adalah wewenang dari pejabat
sekarang. Pertanyaannya, apakah pejabat baru bertanggung jawab atas
permasalahan ini? Simak edisi berikut media ini ∎ cha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar