Senin, 26 September 2011

Dewan Adat Berencana Gugat Kementrian Kehutanan RI ?


Dewan Adat Berencana Gugat Kementrian Kehutanan RI ?

Sumber Mata Air Panas Tuti Adagai di Kecamatan Alor Timur Laut

Serenglang, SUAR – Kebebasan masyarakat adat dalam memanfaatkan tanah ulayat telah lama dibatasi oleh pemerintah. Sikap pemerintah tersebut memantik sejumlah reaksi dari masyarakat adat yang sebagian wilayahnya diklaim menjadi hutan kawasan. Oleh sebagian orang, keresahan masyarakat seusia dengan pengkaplingan sepihak yang dilakukan pemerintah khususnya kementrian kehutanan terhadap hak ulayat.
Dalam perkembangannya, eksistensi kebijakan sepihak tersebut mulai terganggu oleh kesadaran masyarakat adat yang terus meningkat. Jika ditilik, kesadaran tersebut tidak hanya dilatarbelakangi oleh pendidikan tetapi lebih diakibatkan oleh situasi sosial yang terjadi di lingkungan masyarakat. Masyarakat telah gerah dengan batasan-batasan yang diberikan oleh pemerintah terhadap pemanfaatan hak ulayat. Sebagai misal, untuk menebang pohon di lahan miliknya, masyarakat yang bersangkutan harus memperoleh izin dari pihak berwajib jika tidak ingin berlarut-larut dalam urusan hukum. Ironisnya lagi, tidak sedikit pemukiman masyarakat yang masuk dalam hutan kawasan. Sehingga sewaktu-waktu masyarakat di wilayah yang diklaim pemerintah dapat dievakuasi.
Berdasarkan pemikiran itu, sebagai pemilik ide dasar, Pdt. Philipus Tande dan Marthen Maure, SH, membentuk Forum Masyarakat Adat di Kecamtan Alor Timur Laut (ATL). Lewat panitia, Forum Masyarakat Adat ATL akan melakukan Temu Kampung Masyarakat Adat (Tekad) Kabupaten Alor pada tanggal 10 september di Tipiting, Desa Air Mancur, Kecamatan ATL. Kegiatan yang akan dibuka oleh Bupati Alor, Drs. Simeon Th. Pally itu akan diikuti oleh seluruh tokoh adat sekabupaten Alor.
Menyangkut Temu Adat Masyarakat Kampung Kabupaten Alor itu, Pdt. Philipus Tande dan Ketua Panitia, Abdon Frare, menghimbau kepada seluruh tokoh–tokoh adat di Kabupaten Alor untuk mengikuti Temu Kampung Masyarakat Adat yang akan dilaksanakan itu. Sebab, selain memperkuat solidaritas masyarakat adat, kebijakan-kebijakan strategis dapat dihasilkan bila semua tokoh adat turut berpartisipasi. Sasaran kegiatan ini, lanjutnya, khusus membahas strategi dalam menyatukan konsep bersama yang nantinya dijadikan rekomendasi kepada Kementrian Kehutanan. Intinya adalah menuntut Kementrian Kehutanan agar mengembalikan hak ulayat kepada masyarakat.
Selain itu, secara terpisah, Marthen Maure,SH menjelaskan, bahwa mekanisme penetapan hak ulayat saat itu tidak melalui persetujuan dewan adat. Oleh sebab itu, Temu Kampung Masyarakat Adat akan menggunakan celah itu untuk menuntut Kementrian Kehutanan agar dapat mengembalikan hak ulayat masyarakat adat. Setelah dikembalikan, maka dewan adat akan menyepakati (kesepakatan di tingkat suku) areal-areal mana yang akan dijadikan sebagai hutan kawasan.  Namun sekiranya perjuangan ini tidak digubris, maka temu kampung masyarakat adat akan menempuh jalur hukum. cha

Tidak ada komentar:

Posting Komentar