HALAMAN UTAMA

Senin, 26 September 2011

DIDUGA Rp.11,4 MILYAR PENYEBAB DISCLAIMER DUA KALI Para Pejabat Saling Menuding


Kalabahi, SUAR – Setelah pada Tahun Anggaran (TA) 2009, kali ini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan NTT menolak memberikan pendapat (disclaimer of opinion) terhadap pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Alor TA 2010. Dari seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD, temuan paling besar terdapat pada tiga SKPD yakni Badan Kepegawaian Daerah (BKD), Dinas Pendapatan dan Keuangan Aset Daerah (PKAD) dan Sekretariat Dewan(Sekwan).

Tahun 2009 sebagai tahun pertama “disclaimer” adalah wajar. Namun yang mengherankan adalah ketika BPK kembali menghadiahkan “disclaimer” terhadap pengelolaan keuangan daerah pada TA 2010. Kabupaten Alor kembali terjatuh pada lubang yang sama. Yang menjadi pertanyaannya adalah apa penyebab “disclaimer” hingga masuk kepada kali kedua?
Salah satu sumber yang tidak ingin dikorankan namanya mengemukakan, penyebab “disclaimer” adalah Rp.11,4 miliard lebih. Rp.11,4 miliard lebih adalah kas daerah yang tercatat di rekening bank yang telah digunakan oleh sejumlah SKPD namun belum melaporkan ke dinas PKAD untuk selanjutnya dicatat dalam Buku Kas Umum Daerah (BKUD) TA 2007/2008 untuk disertakan dalam pembahasan anggaran bersama DPRD untuk dimatikan kasnya atau ditutup bukukan.
Yang mengherankan bagi sumber tersebut, selisih kas pada BKUD ini sudah berjalan selama 4 TA. Namun pemerintah dalam hal ini Inspektorat Daerah (Irda) belum bisa menjelaskan pemanfaatan anggaran tersebut. Perlu diketahui, pemanfaatan anggaran itu dikelolah oleh sejumlah SKPD namun SKPD-SKPD tersebut belum menyampaikan laporan realisasi penggunaan anggaran.
Selisih yang terjadi ini, baginya, bukan sekedar kesalahan administrasi antara lain perjalanan dinas saja tetapi lebih dari itu anggaran tersebut terindikasi telah terjadi penyalahgunaan dalam implementasi program di setiap SKPD. Hal ini dibuktikan dengan sering terjadinya keterlambatan dalam penyampaian laporan penggunaan anggaran pada setiap tahunnya.
Sumber tersebut juga membeberkan bahwa ada 4 kemungkinan predikat yang akan diberikan oleh BPK kepada setiap kabupaten/kota dalam pemeriksaan keuangan yakni 1, Tidak Wajar (TW) 2, tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion), 3. Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dan yang terakhir adalah Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Dan tentunya kita semua berharap, kalau WTP dapat disandang oleh Kabupaten Alor.
Kembali kepada Irda, sejauhmana audit yang dilakukan untuk mengungkap Rp. 11.4 miliard lebih pada TA 2007/2008, pasca rekomendasi BPK untuk melakukan audit di TA 2011 karena disclaimer akan terus terjadi apabila selisih Kas dalam BKUD belum dapat diklarifikasi oleh Irda. Oleh sebab itu, harapannya, dengan kejernihan hati Irda dapat mengungkapkan persoalan ini karena Rp.11,4 miliard lebih ini masih terkatung-katung menjadi anggaran siluman yang bergentayangan.

Pemimpin Baru Bertanggung Jawab??

Sebagaimana diketahui, Kepala Dinas (Kadis) PKAD pada tahun 2008 dijabat oleh Hopni Bukang. Perlu diingat, pada tahun itulah selisih Kas pada BKUD sebesar Rp.11,4 miliard lebih terjadi.
Ketika ditemui dikediamannya, Hopni Bukang menolak memberikan penjelasan terkait disclaimer. Baginya disclaimer bukan menjadi wewenangnya karena saat ini dirinya menjabat sebagai Asisten II bidang ekonomi dan pembangunan. Oleh sebab itu, Hopni Bukang menyarankan agar persoalan ini ditanyakan kepada Sekretaris Daerah (Sekda) atau kepada Asisten III bidang Administrasi. Sebab, kedua pejabat ini memiliki garis koordinasi langsung dengan Kadis PKAD sebagai Bendaraha Umum Daerah (BUD).
Menurut pengakuannya, pada saat meletakan jabatan sebagai Kadis PKAD tahun 2008, ada memory yang dibuat dan diberikan kepada bupati untuk selanjutnya diserahkan kepada kadis PKAD yang baru. Memory tersebut dijadikan sebagai referensi bagi Kadis PKAD yang baru dalam hal ini Drs. Urbanus Bella untuk menyelesaikan segala urusan yang belum dituntaskan. Termasuk di dalamnya Rp.10,4 miliard (Hopni tidak ingat jelas). Untuk memperjelas tentang besaran nilai anggaran yang dipermasalahkan, data yang diperoleh Suar dari sumber yang tidak ingin dikorankan namanya itu menyebutkan bahwa yang sebenarnya adalah Rp.11,4 miliar lebih. Kembali kepada Hopni, Hopni menegaskan bahwa uang sebesar itu telah keluar dari kas daerah sehingga hal itu dapat ditelusuri dokumennya di dinas PKAD.
Terkait dengan batas waktu klarifikasi terhadap temuan BPK, Hopni mengaku pernah dalam rapat bersama, bupati meminta dirinya bersama Godlief Sirituka, Bc.Kn (mantan kepala bagian keuangan) untuk membantu Kadis PKAD yang baru dalam menelusuri alur penggunaan anggaran tersebut. Namun dirinya dan Godlief Sirituka belum membantu Kadis PKAD dengan alasan kadis PKAD sampai saat ini belum meminta kesediaanya bersama Godlief Sirituka untuk menelusuri aliran anggaran tersebut. Oleh karena itu, sekiranya Hopni dan Godlief tidak mengetahui aliran anggaran tersebut, harapannya, Kadis PKAD harusnya mengundang Hopni dan Godlief agar duduk bersama untuk membahas persoalan aliran anggaran yang dipermasalahkan.
Menariknya, Hopni menambahkan bahwa kegiatan-kegiatan pemerintahan yang terdahulu tidak bisa dilemparkan kepada pemimpin terdahulu untuk menyelesaikannya. Baginya, kewajiban untuk menyelesaikan permasalahan ini adalah wewenang dari pejabat sekarang. Pertanyaannya, apakah pejabat baru bertanggung jawab atas permasalahan ini? Simak edisi berikut media ini cha

Tidak ada komentar:

Posting Komentar