HALAMAN UTAMA

Kamis, 21 April 2011

SD GMIT BAGALBUI PAKAI MEJA BUATAN BELANDA


Para siswa Sekolah Dasar Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) Bagalbui, Kec. Mataru, Kab.Alor

SEKOLAH Dasar (SD) GMIT Bagalbui, Desa Mataru Timur, Kecamatan Mataru menyisahkan cerita pilu. Di SD tersebut, para siswa masih menggunakan meja buatan kolonial Belanda dalam Proses Belajar Mengajar (PBM). Panjang meja tersebut ± 2,5 meter dengan tinggi ± 50 cm. Menurut pegawai perpustkaan, Gidalti Ahalamani, meja-meja tersebut telah digunakan sejak sekolah itu di bangun pada tahun 1930-an.
Berdasarkan pantauan SUAR, permukaan meja memang masih terawat. Tapi tiang penopang meja sudah termakan rayap, belum lagi siku-siku beberapa meja tersebut yang telah patah. Kendati begitu, sampai saat ini belum ada upaya dari manejemen sekolah untuk memperbaiki kerusakan tersebut. Bahkan, meja tersebut dibiarkan begitu saja dan tersebar di empat ruang kelas yang berbeda yakni kelas II, kelas III, kelas IV dan kelas V. Sedangkan kelas VI menggunakan meja buatan lokal.
Di salah satu ruangan yang digunakan oleh dua kelas (kelas I & kelas II), hanya ada tiga meja ditambah ± tujuh buah kursi tua. Padahal, berdasarkan papan informasi yang terpajang di kantor sekolah, jumlah murid yang menggunakan ruangan tersebut adalah 124 orang yakni kelas I berjumlah 59 orang dan kelas II berjumlah 64 orang. Jumlah kursi dan meja pada kelas lain yang telah disebutkan di atas tidak jauh berbeda. Pada ke-empat ruangan yang lain jumlah kursi dan meja tidak mencapai sepuluh untuk setiap ruangan.
Tidak hanya meja dan kursi siswa yang berkurang. Ke-empat ruangan lain yang telah disebut di atas tidak satu pun terlihat adanya meja dan kursi untuk guru. Yang tampak hanya satu lemari usang di setiap ruangan dengan daun pintu yang hampir terlepas dari induk lemari. Beberapa lemari diantaranya telah berdiri miring.
Lantai ruangan pun berlubang di sana sini. Kondisi ini terlihat di seluruh ruangan kelas kecuali ruangan kantor. Karena lubangnya begitu dominan, maka meja dan kursi pun berdiri miring. Jangan ditanya soal poster Pahlawan Nasional atau Pahlawan Revolusi yang umumnya terpajang di dinding sekolah-sekolah. Sebab poster Presiden, Wakil Presiden dan poster Burung Garuda pun tidak lengkap terpajang di dinding ruangan kelas.
Seperti yang dikatakan Gidalti, kondisi tersebut telah dikecam oleh beberapa tokoh masyarakat namun teguran itu tidak pernah digubris oleh manajemen sekolah.

Belajar Sambil Berdiri
Kurangnya meja dan kursi berdampak pada situasi PBM. Saat PBM berlangsung, sebagian besar siswa hanya bisa berdiri. Bahkan, yang mendapat jatah meja pun hanya berdiri karena tidak mendapat kursi. Menurut Gidalti, kondisi itu tidak hanya terjadi ketika kehadiran siswa hanya belasan orang. Situasi akan semakin parah ketika kehadiran siswa mencapai setengah dari jumlah keseluruhan.
Dengan kondisi tersebut, menurutnya, setiap guru di sekolah kewalahan dalam mengajar. Situasi kelas menyebabkan setiap guru harus ekstra sabar akibat kegaduhan yang diciptakan oleh para siswa yang belajar sambil berdiri terus saja terjadi. Memperebutkan tempat kosong pada bagian tertentu dari meja untuk tulis adalah hal yang lumrah.
Hal yang sama juga terjadi pada guru. Karena tidak tersedianya meja dan kursi untuk guru, maka para guru sejak masuk mengajar hanya berdiri hingga jam pelajaran usai. Masih menurut Gidalti, dirinya kewalahan karena kelelahan akibat kondisi itu. Sebab meski sebagai pegawai perpustakaan, dirinya sesekali masuk mengajar bila ada guru yang berhalangan hadir. Kondisi ini senada dengan penyampaian dari Andreas Atakama, A.Ma, guru kelas VI pada SD tersebut.
Sementara itu, Kepala SD GMIT Mataru Utara, Jibrael Ahalamani, A.Ma, kepada SUAR di Petleng membenarkan pernyataan dua orang stafnya di atas. Bahkan, Jibrael menambahkan bahwa ada siswa yang meletakan bukunya di lantai sebagai pengganti meja. Kondisi ini telah berlangsung lama jauh sebelum dirinya menjabat sebagai kepala sekolah.
Menyangkut kurangnya meja dan kursi, Jibrael mengatakan bahwa dirinya tidak dapat berbuat banyak karena baru ± 4 bulan dilantik menjadi kepala sekolah. Serah terima jabatan dari kepala sekolah lama pun baru berupa simbolis yakni penyerahan cap sekolah dan buku rekening. Sedangkan kunci dan lainya belum diserahkan sama sekali. Oleh sebab itu, sebagai langkah awal, pembenahan administrasi sekolah masih menjadi prioritas.
Sementara itu poster-poster pahlawan revolusi, pahlawan kemerdekaan, poster Presiden berserta wakilnya dan poster Burung Garuda awalnya memang ada. Tapi beberapa siswa yang jahil mengambil dan merusaknya.
Pengawas Sekolah, Casper Eryah, S.Pd, ketika dikonfirmasi SUAR, minggu, (20/03), mengatakan bahwa kekurangan meja dan kursi disebabkan beberapa kepala sekolah sebelumnya tidak fokus pada pengadaan mobiler (meja dan kursi). Di samping itu, diakuinya bahwa manajemen keuangan di sekolah tersebut kurang terlalu bagus. Padahal perlu diketahui bahwa SD GMIT Bagalbui adalah satu-satunya sekolah penerima dana BOS terbesar di Kecamatan Mataru yakni ± 28 juta/triwulan. Sedangkan menyangkut tidak adanya poster-poster di dinding sekolah, Casper mengatakan bahwa itu disebabkan guru-guru sering meninggalkan sekolah berlama-lama. Sehingga kontrol terhadap siswa menjadi berkurang. Semi/cha



Tidak ada komentar:

Posting Komentar