Minggu, 27 Maret 2011

PARADE NUSANTARA MENUNTUT ADD 10 PERSEN DARI ABPN





KETUM PARADE : Rakyat desa adalah saham pemegang mayoritas bangsa Indonesia”

Tahun 2011 nampaknya akan membawa “kabar baik” bagi 72 ribu kepala desa (kades) seluruh Indonesia. Hal tersebut kini sedang diperjuangkan oleh organisasi kemasyarakatan (Ormas) Persatuan Rakyat Desa (Parade) Nusantara di Jakarta. Parade Nusantara adalah sebuah ormas bagi seluruh para kepala desa dan perangkat desa yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, ormas ini terus menggalang kekuatan bersama para kepala desa dan perangkat desa se-nusantara dengan tuntutan utama kepada pemerintah pusat agar menaikan Alokasi Dana Desa minimal 10% dari Anggaran Belanja Negara (APBN) mulai tahun ini.
Selain untuk mendukung lahirnya UU Desa yang didalamnya mengatur tentang 10 persen (%) ADD, Parade Nusantara juga terus membentuk kepengurusan ditingkat provinsi, kabupaten dan akan terus hingga ketingkat kecamatan bahkan akan sampai pada tingkat desa. Hal ini sebagaimana nilai perjuangan yang terkandung didalam tugas dan amanat parade nusantara yakni, Membangun Desa, Memperkokoh Kota, Menuju Indonesia Jaya.
Parade Nusantara berpemikiran (filosofi) bahwa desa adalah aset negera indonesia dalam bentuk kesatuan kultur (budaya) yang dan desa lahir sebelum negara ini terbentuk.
“Desa adalah merupakan cikal bakal berdirinya negara ini, desa adalah merupakan pondasi negeri ini dan desa merupakan pilar bangsa. Jauh sebelum terbentuk dan lahirnya negara kesatuan republik Indonesia (NKRI) pada tanggal 17 Agustus 1945 desa seluruh nusantara di Indonesia desa sudah ada, sudah lahir sudah eksis terlebih dulu”. Demikian pekikan (teriakan) suara ketua umum (ketum) persatuan rakyat desa (parade) nusantara, H Sudir Santoso SH MHum, saat memberikan pidato di acara silaturahim parade Paguyuban Pamong Desa (PPD) Kabupaten Jepara, Sabtu (30/10/2010) di aula Darma Wanita Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
Ternyata berbicara tentang desa sebagaimana desa-desa yang masih “terisolasi” saat ini, desa memiliki sejarah yang cukup menarik, menurut Sudir Santoso desa telah ada pada abad-abad yang lalu sebelum negara ini merdeka dan berkembang.
“Berdasarkan data yang ditemukan di museum di negeri belanda, ternyata desa di indonesia ini sudah dikenal oleh dunia luar sejak tahun 1417,” ujar Ketua Dewan Presidium Nasional (DPN Parade Nusantara. Ia melanjutkan, ketika ada seorang anggota Voldsrat warga Belanda yang bernama Herman Bernerd, mengelilingi di seluruh pantai utara jawa. Herman Bernerd menemukan tempat tinggal kelompok atau komunitas rakyat kecil, maka tempat tinggal kelompok-kelompok kecil dipesisir pulau jawa ini oleh Herman Bernerd diberi nama DESA,” cetus Ketum Parade Nusantara.
Meski demikian menurut Sudir Santoso kata desa bukan diadopsi dari bahasa Jawa atau bahasa Indonesia bahkan bukan diterjemahkan dari bahasa melayu, melainkan kata desa diambil dari bahasa Urdu, yakni bahasa India yang dari kalimat “Swadesi”. Yang berarti tanah pusaka dan bumi leluhur, ujar mantan kepala desa (kades) Padi yang telah mengabdi selama 16 tahun di Kabupaten Pati, Jawa Tengah.
Dalam ajang silaturahim bersama seluruh kepala desa dan perangkat desa yang tergabung dalam Paguyuban Pamong Desa (PPD) kabupaten Jepara provinsi Jawa Tengah ini Ketua Umum Parade Nusantara hadir bersama Pembina utama Parade Nusantara Budiman Sujatmiko BSc MSc MPhil yang juga selaku anggota DPR RI Komisi II bidang Hukum dan Agraria.
Dalam pidatonya Sudir Santoso juga menguraikan bahwa mayoritas rakyat indonesia tinggal dan menetap di desa yang di asuh dan di besarkan oleh kepala desa dan perangkat desa namun demikian kepedulian pemerintah pusat terhadap rakyat desa masih jauh dari harapan dan cita-cita berdirinya bangsa Indonesia.
“Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2006 yang baru lalu, ternyata diketahui bahwa penduduk di Indonesia berjumlah 220 juta jiwa manusia. Dari 220 juta jiwa manusia penduduk Indonesia ternyata 78 persennya (%) atau 179,4 jutanya adalah hidup dan bertempat tinggal di desa menjadi anak asuh dan tanggungjawab kepala desa dan perangkat desa yang tersebar diseluruh desa dari Sabang sampai Merauke yang jumlahnya 71.862 desa, 70 persen (%) dari 100 persen (%) rakyat Indonesia hidup dan bertempat tinggal di desa.” Ungkap alumni Hukum Universitas 17 Agustus Malang.
Demi dan atas nama rakyat desa Sudir mengatakan dirinya senantiasa berbicara di media massa baik elektronik maupun media cetak nasional tentang desa. “Bahwa rakyat desa adalah saham pemegang mayoritas bangsa Indonesia. Bahwa rakyat desa adalah pemegang saham terbesar sebuah perusahaan yang bernama PT Nusantara. Sebagai pemegang saham terbesar, seharusnya rakyat desa mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah pusat, minimal sesuai terbesar rakyat desa. Tetapi tidak selamanya harapan menjadi kenyataan dan impian bisa diwujudkan,” tutur Ketum Parade Nusantara yang disambut tawa dan haru para PPD se-Kabupaten Jepara.

RAKYAT DESA IDENTIK TIGA HAL

Dari era ke era pemerintah menurut Ketua DPN Parade Nusantara rakyat desa selalu diindentikan dengan tiga (3) hal yaitu Kemiskinan, Kebodohan dan Keterbelakangan. Mengapa ? Hal tersebut hingga saat era reformasi saat ini nasib rakyat desa terus bergelut dan bergumul dengan yang namanya kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan.
“Kenapa selalu rakyat desa, kepala desa dan perangkat desa sebagai ujung terdepan sebagai ujung tombak tetapi selalu di setting (diatur) sebagai ujung tombok, apa selamanya harus begitu ? tidak saudara sekalian!!! Untuk itu kepala desa dan perangkat desa harus belajar cerdas, apa seharusnya hak-hak kepala desa dan perangkat desa dan apa kewajiban kepala desa dan perangkat desa. Sebab kalau hak saudara saja tidak tahu, bagaimana saudara bisa memperjuangkannya,” cetus mantan kades Padi Kabupaten Pati, Jateng dalam pidatonya.
Ia juga mengingatkan kepada kepala daerah (bupati/walikota) seluruh Indonesia agar hak dan kewajiban para kepala desa dan perangkat desa yang telah diatur oleh undang-undang sebaiknya jangan sampai disalahmanfaatkan, sebab hal tersebut merupakan salah satu bentuk tindak pidana korupsi (tipikor).
“Bahwa yang dimaksud tindak pidana korupsi (Tipikor) itu bukan hanya merugikan keuangan negara untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain, tetapi menggunakan anggaran negara tidak sesuai dengan yang diperuntukannya itu adalah tindak pidana korupsi,” Ujar mantan tahanan politik (tapol) era presiden Soeharto dihadapan 200 kades dan perangkat desa PPD Kab Jepara. Sebab dirinya yakin bila kepala desa dan perangkat mengetahui hal tersebut (haknya dikebiri), bisa saja akan terjadi kekacauan (chaos) di negeri ini.
“Penghasilan tetap dan tunjangan lainnya dilindungi undang-undang, kalau sampai kepala desa dan perangkat desa melakukan gugatan atau class action karena penghasilan tetap dan tunjangan lainnya tidak diberikan maka saya yakin pemerintah dinegara ini akan dibuat susah oleh para kepala desa dan perangkat desa,” katanya.

ASURANSI KADES SUDAH ADA

Secara simbolis menurut Ketua Umum Parade Nusantara, H Sudir Santoso SH MHum, mengatakan saat Parade Nusantara melakukan kongres (pertama) di Pagelaran Keraton Surakarta pada 8-9 Juni 2009 yang dibuka secara resmi oleh presiden SBY dan yang disaksikan oleh ibu negara Any Yudoyono bersama 13 menteri cabinet Indonesia (KIB) jilid I (satu), saat itu pula Menteri Dalam Negeri (Mendagri) secara simbolis telah menyerahkan kartu asuransi kepada kepala desa yang saat itu diwakili Triono, kades Padi yang juga selaku ketua Parade (DPD) Kabupaten Pati dan disaksikan oleh presiden Susilo Bambang Yudoyono, ujar Ketum Parade Nusantara. Saat itu pula, lanjut Sudir mengatakan seharusnya semua (seluruh nusantara) kepala desa dan perangkat desa mendapatkan asuransi kesehatan yang bersumber preminya dari APBD setiap kabupaten. Ungkap Ketua Umum Ormas Parade Nusantara yang memiliki sikap dan arah “Tidak Kemana-mana tapi ada Dimana-mana.”
Demikian pula nasib para Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Ketua DPN Parade Nusantara mengatakan, BPD lahir dengan payung hukum Undang-Undang 32 tahjn 2004 yang diterjemahkan dengan peraturan pemerintah (PP) Nomor 72 tahun 2005 ditindaklanjuti dengan peraturan daerah (Perda) masing-masing kabupaten yang mengatur tentang pemerintahan desa (pemdes).
“Jadi badan permusyawaratan desa (BPD) juga adalah aparatur pemerintah, maka wajar ketika para kepala desa dan perangkat desa sedang bertugas menggunakan PDH (Pakaian Dinas Harian) didada kirinya harus disematkan logo Korpri, ini bukti. Dipet kiri lengannya harus memakai emblem departemen dalam negeri (Depdagri),” kata penulis buku “10 Dosa Besar Soeharto” yang pernah beredar didaerah Jawa kemudian ia dijeblos ke bui saat masa kepemimpinan presiden Soeharto.
Sehingga menurut Sudir Santoso haknya korps PNS Indonesia setiap bulan mendapatkan gaji pokok dan tunjangan lainnya sesuai dengan golongan dan eselonnya, maka hal yang sama juga harusnya menurut Sudir Santoso, dialami oleh para kades dan perangkat desanya.
Sebab, tiga hal sejati yang senantiasa melekat para PNS yaitu antara lain pertama, mendapatkan gaji, tunjangan, asuransi kesehatan serta pension tetap digaji oleh negara. Lalu apa bedanya dengan korps dan emblem Depdagri yang menempel pada diri para kades dan perangkat desa ?
“Apa haknya korps pegawai negeri republik Indonesia, setiap bulan mendapatkan gaji dan tunjangan lainnya sesuai dengan golongan dan eselonnya, itu Korpri. Yang kedua, ketika (PNS) dia sakit mendapatkan asuransi kesehatan. Ketiga, ketika dia purna tugas mendapatkan uang pensiun. Tetapi kepala desa dan perangkat desa tidak mendapatkan apa-apa para kepala desa dan perangkat desa juga menggunakan logo Korpri di dadanya. Yang kedua, kepala desa dan perangkat desa kalau sedang sakit tidak ada asuransi kesehatan, yang ketiga kepala desa dan perangkat desa kalau purna tugas tidak mendapatkan pensiun sampai mati.” Ungkap Ketua DPN Ormas kepala desa dan rakyat desa.
Tetapi petinggi dan perangkat desa, lanjut Sudir mengatakan mereka mengabdi selama 24 jam pada rakyatnya, berpuluh-puluh tahun mengabdi ketika purna tugas mereka tidak mendapatkan apa-apa, cetus mantan kepala desa 16 tahun yang pernah dianugerahi sebagai kades terbaik se-Jawa Tengah. devis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar