HALAMAN UTAMA

Jumat, 21 Januari 2011

Hasil Tour Jurnalist

WARGA HILANG AKAL, AIR MISTERI MUNCUL DI DESA LUBA
Sudah 10 Bulan Belum Ada Bantuan

Munculnya berbagai fenomena alam yang sering mencemaskan manusia, tanpa diduga. Hal ini pula yang turut mencemaskan warga Desa Luba, Kecamatan Lembur, Kabupaten Alor. Akibat hancurnya pipa (water pipe) bajah penyalur air minum yang diduga mengandung zat belerang (sulphur), namun hal tersebut hingga kini belum ada penilitian secara ilmiah sejak sepuluh bulan yang lalu.
Sebagaimana pantauan SUAR (wartawan, Arta Onko dan Devis A Karmoy), ketika mengadakan perjalanan jurnalis (tour journalist) ke lokasi kejadian yang tepatnya berada di sumber mata air Mataikaba, desa Luba dengan jarak tempuh sekiranya 1,5 kilometer dari pusat Desa Luba belum lama ini. Jaringan perpipaan yang dibangun dengan menggunakan dana Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan(PNPM-MP) senilai Rp 315 juta pada tahun 2009 tersebut, kini mengalami rusak total tanpa sebab yang masih misterius.
Akibat kerusakan pipa penyalur dari sunber mata air tersebut hingga kini warga setempat masih mengalami kekurangan air minum. Kerusakan bermula saat air yang mengalir melalui pipa tersebut tidak dapat dikonsumsi karena air setiap saat dapat berubah warna menjadi hitam kelabu hingga kecoklatan saat akan dipanasi untuk kebutuhan hari-hari warga.
Keanehan lain, saat air tersebut digunakan untuk mencuci, mandi dan lain-lain maka sabun pembersih yang digunakan tidak akan menghasilkan busa di badan atau pakaian warga setempat. Hal ini terjadi pasca (baca : selesai) peresmian penyambungan pipa pada medio Januari 2010. Keadaan serupa berjalan hingga pada medio Maret 2010 saat dimana mulai terjadinya hancur pada bagian sambungan pipa (water pipe).
Hal ini cukup menyita perhatian warga setempat, namun warga secara inisiatif menghentikan aliran air tersebut dengan cara melepaskan bagian–bagian sambungan water pipe agar tidak terjadi kerusakan berlanjut terhadap pipa yang diduga mengandung zat sulphur tersebut.
Ihwalnya, rencana pembanguan water pipe yang ditargetkan mampu menjangkau seluruh warga Desa Luba dan Desa Lembur Timur (Lemtim), Kec Lembur untuk memenuhi kebutuhan air minum warga kedua desa.  Upaya ini telah lakukan warga dengan berbagai cara namun, sayangnya warga mengalami jalan buntut. Di lain sisi, untuk mempermudah pemanfaatan air minum tersebut, warga kedua desa (baca : desa Luba dan Lembur Timur, red) juga telah menyiapkan sejumlah bak penampung air yang telah dibangun pada beberapa titik, yakni : Satawa (wilayah Desa Luba) sebagai bak induk yang akan menyalurkan air tersebut ke Malsimpu (wilayah Desa Lemtim), dan Manio (wilayah Desa Lemtim). Namun, bak-bak penampung tersebut kini tidak dapat difungsikan lagi akibat sumber mata air Mataikaba, diduga tercemarnya zat sulphur tersebut. Menghadapi kenyataan ini, pemerintah baik kecamatan Lembur maupun warga kedua desa (Luba dan Lembur Timur) hanya bisa pasrah dan meratapi nasib akan kebutuhan air minumnya.
Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) desa Luba, Manase Fasama, yang ditemui SUAR mengaku, air minum bersih menjadi kebutuhan pokok masyarakat desa Luba, terutama bagi 23 Kepala Keluarga (KK) warga desanya dan sebagian lainnya warga desa Lemtim yang sedang bermukim di padang (baca : kampung padang) dan sekitarnya.
“Kebutuhan masyarakat yang paling dominan atau paling pokok untuk warga yang bermukim di Padang itu adalah air minum dan itu sudah diupayakan tetapi kendalanya seperti sekarang (rusaknya jaringan water pipe, red),” ujar Manase Fasama. Sebenarnya bukan hanya kebutuhan mereka di sana (warga di Padang) lanjut, Ketua LPM desa Luba mengatakan, tetapi untuk semua (seluruh masyarakat desa Luba dan Lemtim, red) karena kebanyakan masyarakat di sini juga memiliki lahan pertanian di padang dan sebenarnya air sudah siap dimanfaatkan karena posisinya (bak penampung air, red) tepat di pinggir jalan dan sebagian besar warga sudah tinggal menetap di sana, urainya.
Masih menurut, Manase Fasama (Ketua LPM desa Luba), walaupun warga tinggal menetap di kampung Padang tetapi warga tetap saja mengambil air di Makemmi, ibu desa Luba, akuinya. Meski kejadian telah berlangsung lama (sejak medio Maret 2010) namun, hingga saat ini baik eksekutif maupun unsur legislatif belum ada yang mengunjungi ke baik ke lokasi sumber mata air, Mataikaba maupun kepada warga yang “tertimpa” musibah alam tersebut. Sebagai unsur pemerintah desa, Manase dan warganya mengharapkan datang pantauan dari pihak pemerintah daerah (Pemda) Alor terhadap nasib dan mereka. Dan apabila air tersebut tidak bisa difungsikan lagi maka warga akan berupaya dengan alternatif lain, pinta Ketua LPM Desa Luba.
Hal senada turut pula dikatakan Sekretaris Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Luba, Lewi Mabileti. Sebagai “DPRnya” Desa ia juga mengatakan, kebutuhan air minum tersebut sudah menjadi kebutuhan utama warga kedua desa (Luba dan Lemtim), sehingga sudah ada kerja sama yang dibangun antara pemerintah Desa Luba dan Lemtim selama ini dan rencana kerja sama tersebut akaan dilanjutkan hingga mencapati kesuksesan, tandasnya.
Saat ditanya SUAR, alternatif apa yang akan dipilih warga untuk menanggulangi masalah air minum tersebut, Lewi mengaku sedang membangun kerjasama dengan pemerintah Desa Lembur Tengah untuk menggunakan sunber mata air yang berada di wilayah desa tersebut, tuturnya.
Selain itu, sekretaris BPD Luba (Lewi Mabileti) pun menjelaskan bahwa hal itu sudah mendapat persetujuan dari warga Desa Lembur Tengah dengan menawarkan dua sumber mata air yang berada di wilayah tersebut.
“Jadi sementara dalam perencanaan, ada dua mata air di wilayah Lembur Tengah, berada disekitar Kalapi (desa Lembur Tengah) yang akan diupayakan,” katanya. Lebih lanjut, Ia mengatakan pihaknya baru mendapat informasi dari warga di Atengmelang (desa Lembur Tengah) namun belum melakukan survey lokasi yang dimaksud. Meski demikian menurutnya, jika debit airnya mendukung pihaknya dapat menjadikan sumber mata air Kalapi, sebagai alternatif, tandasnya.
Namun demikian, alternatif tersebut tentu membutuhkan tambahan anggaran perbaikan. Sebab, kerusakan pada beberapa batang water pipe yang sudah tidak dapat dimanfaatkan, selain itu jarak tempuh akan bertambah dari sebelumnya 3 kilometer menjadi 4 kilometer. Meski jangkauan yang cukup panjang pemerintah dan warga desa Luba tetap berkomitmen dengan menyiapkan fisik (baca : tenaga manusia, red) serta keahlian lokal warga, demi memenuhi kebutuhan air minum warga dan pembangunan desa tersebut.
Salah seorang petua adat desa Luba, Fardinan Kapomai, yang ditemui SUAR saat bersama-sama, Manase Fasama dan Lewi Mabileti, di Makemmi (baca : ibu desa Luba) turut mengharapkan kiranya pemerintah bisa secepat mungkin mengatasi masalah tersebut, sehingga tidak meresahkan warga setempat. Menurut, Fardinan Kapomai, akses jalan yang menjadi kebutuhan pokok semula telah dibangun sehingga harus dilengkapi dengan air minum, agar setiap warga yang bermukim maupun melintasi wilayah tersebut bisa merasakan pelayanan kesejahteraan, demikian harapnya dalam bahasa ibu (baca : bahasa daerah, red) yang kemudian diterjemahkan oleh SUAR, (wartawan Arta Onko).
Di ujung perjalanan jurnalis ini (sebelum kembali ke redaksi) mewakili warga Desa Luba, Manase Fasama (Ketua LPM), menyampaikan sejumlah harapan dan ucapan terima kasih kepada SUAR, yang telah melakukan perjalanan panjang kewilayahnya dengan menempuh jarak sekira 100 kilometer, menembus udara dingin (karena daerahnya cukup dingin, red).
Dengan melihat kenyataan sambil mendengar sejumlah keluhahan ini, sebagai putra daerah, rasa hatiku ingin menangis sambil menerawang betapa besar kekecewaan yang meliputi orang tua dan sanak saudaraku yang bermukim di wilayah tersebut. Meskipun kaki yang enggan melangkah kembali, namun demi tugasku sebagai seorang kuli tinta, aku harus pergi meninggalkan mereka dengan sejumlah rasa ibaku yang tak mungkin hilang dari benakku selagi kekecewaan itu masih meliputi mereka.
Keadaan ini tentunya sedapat mungkin “membuka mata” dan mendorong gerak langkah para pemangku kepentingan di daerah ini untuk lebih arif dan bijaksana guna memenuhi kebutuhan air bagi warga Luba dan Lembur Timur. deviskarmoy/cr, artaonko

Tidak ada komentar:

Posting Komentar